-->

Prinsip Genetik

     Prinsip geneti menunjukkan pada berbagai kegiatan dalam rangka pengelolaan lapang produksi untuk menghasilkan produk benih yang memiliki standar mutu yang tinggi, terutama kemurnian mutu genetik sesuai dengan keunggulan varietasnya pada saat dilepas oleh pemulia tanaman.
1. Penentuan wilayah adaptasi


     Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat tergantung pada interaksi antara faktor genotipe tanaman dengan faktor lingkungan tempat tanaman dibudidayakan. Genotipe tanaman akan mengekspresikan karakter-karakternya ke dalam karakter-karakter fenotipe secara baik, jika faktor lingkungan mendukungnya. Pengaruh faktor lingkungan ini akan lebih besar lagi terhadap pemunculan karakter-karakter kuantitatif seperti tingkat produksi karena didasarkan pada poligenetik.

     Wilayah adaptasi tanaman dimaksudkan sebagai lokasi denga lingkungan yang sudah sesuai terhadap genotipe suatu tanaman untuk mengeksperikan karakter-karakternya. Variasi genetik yang tidak menguntungkan akibat pengaruh faktor lingkugan dapat diminimumkan dengan kondisi lingkungan yang sudah sesuai (adapted).

     Kegiatan produksi benih suatu tanaman yang dilakukan pada wilayah adaptasinya merupakan langkah awal untuk menghasilkan produk dengan genotipe yang masih bisa dikategorikan tidak berubah. Penentuan wilayah adaptasi dapat dilakukan dengan mengetahui deskripsi objektif yang detail dari karakter-karakter tanaman yang akan dibudidayakan. Pengetahuan tentang daerah-daerah sentra produksi tanaman tertentu, merupakan langkah sederhana dalam menentukan wilayah adaptasi suatu tanaman, sebelum melakukan kegiatan produksi benih selanjutnya.

2. Penentuan benih sumber yang akan digunakan


     Benih sumber yang akan digunakan dalam kegiatan produksi benih harus dikaitkan dengan :

  1. Pola perbanyakan yang digunakan
  2. Kelas benih dari benih yang akan dihasilkan
  3. Mutu benih sumber
     Pola perbanyakan alur tunggal mengharuskan benih sumber yang lebih tinggi kelasnya dibanding benih yang akan dihasilkan. Sedangkan pola perbanyakan alur majemuk, masih memungkinkan benih sumber sama dengan kelas benih yang akan dihasilkan. Mutu benih sumber harus jelas dan kuantitatif yang diwujudkan dalam bentuk benih bersertifikat.

3. Penentuan lahan yang tepat

     Kontrol terhadap kemurnian genetik dapat dilakukan dengan mengontrol sejarah lahan yang akan digunakan. Kontrol terhadap sejarah lahan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya :
  1. Voluntir sehingga terjadi pencampuran dan persilangan yang tidak diinginkan
  2. Kontaminasi penyakit yang berbahaya akibat kesamaan karakter tanaman sebelumnya dengan tanaman yang dibudidayakan
     Sehingga secara umum tidak diperkenankan melakukan kegiatan produksi benih tanaman tertentu pada lahan yang sebelumnya ditanami tanaman yang memiliki karakter-karakter yang mirip apalagi sama. Misalnya tidak diperkenankan menanam kedelai varietas Wilis pada tanaman bekas tanaman kedelai varietas Lokon, kecuali diberakan terlebih dahulu minimal 3 bulan. Produksi benih terong tidak dapat dilakukan pada lahan bekas tanaman tomat, kecuali diberakan terlebih dahulu minimal 3 bulan.

     Kontrol terhadap lahan juga bisa dilakukan berkaitan dengan bentuk geometris lahan. Kegiatan produksi benih sebaiknya dilakukan pada hamparan lahan yang berbentuk bujur sangkar. Pada luasan yang sama, maka bentuk lahan bujur sangkar akan lebih menekan jumlah tanaman pinggir yang tekontaminasi dari tanaman disekitarnya. Misalkan areal produksi benih seluas 1ha, ada yang berbentuk persegi panjang 50 m x 200 m dan yang berbentuk bujur sangkar 100 m x 100 m. Jika diasumsikan bahwa terjadi kontaminasi pada tanaman pinggir selebar 1 meter maka jumlah kontaminan pada :
Petakan 50 m x 200 m seluas 400 + 96 = 496 m persegi
Petakan 100 m x 100 m seluas 200 + 196 = 396 m persegi.

4. Penetapan isolasi

     Kegiatan isolasi dimaksudkan sebagai usaha agar pada tanaman yang dibudidayakan tidak terjadi persilangan yang tidak diinginkan, sehingga tidak terjadi kontaminasi. Persilangan akan terjadi pada saat putik siap untuk diserbuki dan putik berada pada wilayah jangkauan serbuk sari. Putik dan serbuk sari yang siap melakukan penyerbukan terjadi pada fase tanaman berbunga.

Persilangan yang tidak diinginkan dapat dicegah dengan cara :
  1. Menghindari terjadinya masa fase berbunga dari tanaman yang dibudidayakan, berbarengan dengan masa fase berbunga tanaman sejenis yang ditanam disekitar lahan produksi benih tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengatur waktu tanam sedemikian rupa sehingga masa fase berbunganya tidak berbarengan. Kegiatan ini disebut dengan isolasi waktu.
  2. Melakukan usaha agar tanaman yang dibudidayakan pada fase berbunganya, tidak termasuk dalam wilayah jangkauan serbur sari tanaman sejenis yang ditanam disekitarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan jarak yang cukup dari tanaman sejenis disekitarnya. Jarak ini dapat dipersempit dengan memberikan barier yang berupa tanaman atau bangunan. Barier ini berfungsi untuk mencegah daya jelajah serbuk sari tanaman sejenis disekitarnya. Seringkali Barier berupa tanaman yang digunakan pula sebagai pupuk hijau. Usaha diatas disebut dengan kegiatan isolasi jarak.
     Sehingga, isolasi dilakukan apabila akan ada peluang terjadinya persilangan yang tidak dikehendaki, untuk tetap mempertahankan kemurnian genetik benih yang akan dihasilkan.

5. Kontrol kebersihan alat-alat yang akan digunakan

     Kontrol terhadap kemurnian dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya persilangan yang tidak dikehendaki. Hal ini juga dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya pencampuran secara fisik dengan benih/biji tanaman yang tidak dikehendaki. Alat-alat yang perlu dikontrol kebersihannya terutama jika dalam budidayanya mempergunakan alat-alat non konvensional dan digunakan untuk berbagai varietas atau tanaman sejenis. Alat tanam harus bersih dari sisa-sisa benih tanaman lain, terutama yang sejenis. Alat panen juga dibersihkan, sehingga terhindar dari campuran fisik dengan benih tanaman lain, begitu pula dengan kantong-kantong dan wadah hasil panen  juga dibersihkan.

6. Kegiatan Roguing

     Roguing merupakan salah satu kegiatan khas dalam produksi benih, sebagaimana seleksi sebagai kegiatan khas dalam kegiatan pemuliaan dan penyiangan dalam kegiatan agronomis. Roguing dimaksudkan sebagai kegiatan untuk membuang tanaman-tanaman yang sangat memungkinkan menjadi sumber kontaminan melalui penyerbukan yang tidak dikehendaki dan atau pencampuran fisik karena kemiripannya. Tanaman tersebut dapat berupa voluntir, camuran varietas lain, dan tipe simpang (off type). Tanaman yang terkena penyakit terbawa benih (seed borne), juga dibuang dalam kegiatan roguing.

     Voluntir adalah tanaman sisa musim tanam sebelumnya, sehingga kontrol terhadap sejarah lahan sangat diperlukan untuk menekan kehadiran voluntir ini. Jumlah dari voluntir ini biasanya sangat sedikit, demikian pula campuran varietas lain (CVL). Sumber kontaminan penting yang sering ditemukan adalah tipe simpang, yaitu tanaman yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik tanaman yang dibudidayakan, tetapi secara keseluruhan belum menghantarkan tanaman tersebut sebagai varietas lain.

     Tipe simpang bisa terjadi akibat beberapa hal, diantaranya :
  1. Adanya gen resesif heterozigot pada saat pelepasan varietas
  2. Terjadinya mutasi
  3. Tanaman memiliki keragaman morfologis yang luas
  4. Benih yang digunakan berasal dari hasil persilangan.
     Penguasaan terhadap karakteristik tanaman yang dibudidayakan (deskripsi varietas) sangat diperlukan untuk mengenali tipe simpang yang ada.

     Pelaksanaan roguin dapat dilakukan beberapa kali, terutama pada fase-fase tanaman yang sangat berpeluang untuk mengekspersikan karakter-karakter khas varietas yang dimilikinya, fase bibit jika memungkinkan adalah salah satu fase yang dapat dilakukan roguing, karena karakter warna hipokotil muncul pada fase tersebut.

     Kegiatan roguing biasa dilakukan pada fase vegetatif, berbunga dan berbuah. Karakter-karakter vegetatif seperti warna bulu daun, bentuk daun menjadi karakter yang bisa dijadikan dasar dalam penentuan tipe simpang. Karakter warna bunga merupakan karakter penentu varietas yang sering digunakan sebagai dasar dalam roguin. Bentuk buah juga merupakan karakter penting, jika roguing dilakukan pada fase berbuah. Jika roguing dilakukan pada saat fase berbuah, maka pembuangan tanaman, tidak hanya pada tipe simpang atau CVL, tetapi juga tanaman lain disekitar tipe simpang/CVL yang diduga telah terjadi persilangan yang tida dikehendaki dengan tipe simpang/CVL yang dibuang.

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan roguing adalah :
  1. Tanaman hendaknya ditanam sedemikian rupa, sehingga masing-masing taaman dapat terlihat jelas pada saat roguing.
  2. Berjalan secara sistematik melalui pertanaman yang ada sehingga semua tanaman dapat diamati.
  3. Seluruh bagian tanaman yang termasuk rogue dicabut dan dibuang
  4. Pelaksanaan roguing sedapat mungkin dilakukan dengan membelakangi matahari dan kondisi tanaman sudah tidak ada embun.
7. Pemanenan

     Penentuan waktu panen yang tepat sangat berpengaruh terhadap mutu benih yang dihasilkan, terutama yang berkaitan dengan mutu fisiologis benih. Benih akan memiliki tingkat vigor yang maksimum pada saat masak fisiologis. Kendala yang dihadapi pada saat masak fisiologis adalah tingkat kadar air benih yang masih tinggi. Solusinya adalah pemanenan dilakukan beberapa waktu setelah masak fisiologis dengan harapan kadar air benih sudah cukup aman dari kerusakan mekanik akibat pemanenan. Penundaan waktu panen mengandung resiko terkait deraan cuaca lapang. Kondisi agrokimat yang tidak menguntungkan pada saat penundaan panen, maka akan terjadi deraan cuaca lapang yang akan mengakibatkan penurunan mutu benih secara drastis.

     Penentuan masak fisiologis benih dapat berdasarkan deskripsi tanaman ataupu karakter morfologis yang praktis dilapangan. Karakter morfologis tanaman yang dapat digunakan, seperti adanya black layer pada jagung (kecuali pada jagung manis), lepasnya funikulus pada kelompok tanaman legum, meratanya warna merah pada tomat, dan sebagainya. Penetapan masak fisiologis benih yang lebih akurat dapat dilakukan dengan pengujian terhadap perubahan fisiologis, dimana pada saat masak fisiologis benih memiliki tingkat vigor yang maksimum.
Sumber : Dasar Ilmu dan Teknologi Benih
Eny Widajati
Endang Murniati
Endah R. Palupi
Tatiek Kartika
M.R Suhartanto
Abdul Qadir
Powered by Blogger