-->

Pengertian Gibberellin

     Giberellin adalah jenis hormon tumbuh yang mula-mula diketemukan di Jepang oleh Kurosawa pada tahun 1926.  Penelitian lanjutan dilakukan oleh Yabuta dan Hayashi. Ia dapat mengisolasi crystalline material yang dapat menstimulasi pertumbuhan pada akar kecambah. Dalam tahun 1951, Stodola dkk melakukan penelitian terhadap substansi ini dan menghasilkan "Gibberelline A" dan "Gibberelline X". Adapun hasil penelitian lanjutannya menghasilkan GA 1, GA 2 dan GA 3.
     Pada saat yang sama dilakukan pula penelitian di Laboratory of the Imperial Chemical Industries di Inggris sehingga menghasilkan GA3. Nama Gibberellin Acid untuk zat tersebut telah disepakati oleh kelompok peneliti itu sehingga populer sampai sekarang.


Struktur Molekul dan Aktivitas Gibberelline
   
     Gibberelline merupakan suatu compound (senyawa) yang mengandung "Gibban Skeleton".
Menurut Weaver, perbedaan utama pada gibberelline adalah :

  1. Beberapa gibberelline mempunyai 19 buah atom karbon dan yang lainnya mempunyai 20 buah atom karbon
  2. Grup hidroksil berada dalam posisi 3 dan 13 (ent gibberelline numbering system).
     Semua gibberelline dengan 19 atom karbon adalah monocarboxylic acid yang mengandung COOH grup pada posisi 7 dan mempunyai sebuah lactonering.
     Di dalam alam, dijumpai pula beberapa senyawa yang diekstrak dari tanaman. senyawa tersebut tidak mengandung gibberelline atau giberrellane structure tetapi termasuk kedalam gibberelline. Dari hasil penelitian Tamura dkk, ia menemukan suatu substansi dalam jamur Helminthosporium sativum yang dinamakan "helminthosporol" yang aktif dalam perpanjangan daun pada kecambah padi dan barley. Senyawa lain yang ditemukan tanpa gibban skeleton yaitu "Steviol", namun aktivitasnya seperti gibberelline.

Arti Gibberelline bagi fisiologi tanaman

     Gibberelline sebagai hormon tumbuh pada tanaman sangat berpengaruh pada sifat genetik (genetik dwarfism), pembuangan, penyinaran, partohenocarpy, mobilisasi karbohidrat selama perkecambahan (germination) dan aspek fisiologi lainnya. Gibberelline mempunyai peranan dalam mendukung perpanjangan sel (cell elongation), aktivitas kambium dan mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein.

a. Genetic dwarfism
      Genetic dwarfism adalah suatu gejala kerdil yang disebabkan oleh adanya mutasi. Gejala ini terlihat dari memendeknya internoda. Terhadap Genetic dwarfism ini, gibberelline mampu merubah tanaman yang kerdil menjadi tinggi. Hal ini telah dibuktikan oleh Brian dan Hemming. Dalam eksperimennya mereka telah memberi perlakuan penyemprotan gibberellic acid pada berbagai varietas kacang. Hasil dari eksperimen ini menunjukkan bahwa gibberellic acid berpengaruh terhadap tanaman kacang yang kerdil dan menjadi tinggi.
     Mengenai hubungannya dengan cell elengation, dikemukakan bahwa gibberelline mendukung pengembangan dinding sel. Menurut Van Oberbeek, penggunaan gibberelline akan mendukung pembentukan enzim protolictic yang akan membebaskan tryptophan sebagai asal bentuk dari auxin. Hal ini berarti bahwa kehadiran gibberelline tersebut akan meningkatkan kandungan auxin.
     Mekanisme lain menerangkan bahwa gibberelline akan menstimulasi cell elengation, karena adanya hidrolisa pati yang dihasilkan dari gibberelline, akan mendukung terbentuknya a amilase. Sebagai akibat dari proses tersebut, maka konsentrasi gula meningkat yang mengakibatkan tekanan osmotik didalam sel menjadi naik, sehingga ada kecenderungan sel tersebut berkembang.

b. Pembungaan (flowering)
     Gibberelline sebagai salah satu hormon tumbuh pada tanaman mempunyai peranan dalam pembungaan. Penelitian yang dilakukan Henry pada  bunga spothiphyllum Mauna loa. Dengan memberikan perlakuan GA3 dengan dosis 250, 500 dan 1000 mg/l. Hasil eksperimen tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah.


GA mg/l
Pembungaan (%) minggu setelah tanam
10
12
14
16
18
20
0
0
0
0
0
0
10
250
0
0
30
70
70
90
500
20
50
70
100
100
100
1000
0
60
90
100
100
100


c. Parthenocarpy dan fruit set
     Seperti auxin, gibberelline pun berpengaruh terhadap parthenocarpy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gibberelic acid (GA3) lebih efektif dalam terjadinya parthenocarpy dibanding auxin yang dilakukan pada blueberry. Hasil eksperimen lain menunjukkan pula bahwa GA3 dapat meningkatkan tandan buah (fruit set) dan hasil.

d. Peranan gibberelline dalam pematangan buah (fruit ripening)
     Pematangan (ripening) adalah suatu proses fisiologis, yaitu terjadinya perubahan dari kondisi yang tidak menguntungkan ke suatu kondisi yang menguntungkan, ditandai dengan perubahan tekstur, warna, rasa dan aroma. Dalam proses pematangan ini, gibberelline mempunyai peran penting, yaitu mampu mengundurkan pematangan (ripening) dan pemasakan (maturing) suatu jenis buah.
     Dari hasil penelitian menunjukkan aplikasi gibberelline pada buah tomat dapat memperlambat pematangan buah, sedangkan gibberelic acid yang diterapkan pada buah oisang matang, ternyata pemasakannya dapat ditunda.

e. Mobilisasi bahan makanan selama fase perkecambahan (germination)
     Biji cerealia terdiri dari embrio dan endosperm. Didalam endosperm terdapat masa pati (starch) yang dikelilingi oleh suatu lapisan "aleuron". Sedangkan embrio itu sendiri merupakan suatu bagian hidup yang suatu saat akan menjadi dewasa. Pertumbuhan embrio selama perkecambahan bergantung pada persiapan bahan makanan yang berada didalam endosperm. Untuk keperluan kelangsungan hidup embrio maka terjadilah penguraian secara enzimatik, yaitu terjadi perubahan pati menjadi gula yang selanjutnya ditranslokasikan ke embrio sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya.
     Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa gibberelline berperan penting dalam proses aktivitas amilase. Hal ini telah dibuktikan dengan menggunakan GA yang mengakibatkan aktivitas amilase meningkat.
     Aktivitas enzim a amilase dan protease didalam endosperm juga didukung oleh GA melalui de novo synthesis. Hal ini ada hubungannya dengan terbentuknya DNA baru yang kemudian menghasilkan RNA.

f. Stimulasi aktivitas kambium dan perkembangan xylem
     Gibberelline mempunyai peranan dalam aktivitas kambium dan perkembangan xylem. Aplikasi GA3 dengan konsentrasi 100, 250 dan 500 ppm mendukung terjadinya diferensiasi xylem pada pucuk olive. Begitu pula dengan mengadakan aplikasi GA3+IAA dengan konsentrasi masing-masing 250 dan 500 ppm, maka terjadi pengaruh sinergis pada xylem. Sedangkan aplikasi auxin saja tidak memberi pengaruh pada tanaman.

g. Dormansi
     Dormansi adalah masa istirahat bagi suatu organ tanaman atau biji. Menurut Copeland, dormasi adalah kemampuan biji untuk mengundurkan fase perkecambahannya hingga saat dan tempat itu menguntungkan untuk tumbuh.
     Secara umum terjadinya dormansi adalah disebabkan oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor yang menyebabkan dormasi pada biji adalah :
  1. Tidak sempurnanya embrio (rudimentery embriyo)
  2. Embrio yang belum matang secara fisikologis (physiological immature embriyo)
  3. Kulit biji yang tebal (tahan terhadap gerakan mekanis)
  4. Kulit biji impermeable (impermeable seed coat)
  5. Adanya zat penghambat (inhibitor) untuk perkecambahan.
     Fase yang terjadi dalam dormansi biji, menurut Amen (1968) ada empat fase yang harus dilalui, yaitu :
  1. Fase induksi, ditandai dengan terjadinya penurunan jumlah hormon (hormon level)
  2. Fase tertundanya metabolisme ( a period of partial metabolic arrest)
  3. Fase bertahannya embrio untuk berkecambah karena faktor lingkungan yang tidak menguntungkan
  4. Perkecambahan (germination), ditandai dengan meningkatnya hormon dan aktivitas enzim.
     Peranan hormon tumbuh didalam biji yang mengalami dormansi telah dibahas oleh warner yang mengatakan bahwa GA3 dapat menstimulasi sintesis ribonukleas, amilase dan protoase didalam endosperm biji barley.
Sumber : Agronomi Tanaman Budidaya | Ir.Surtinah,MP.
Powered by Blogger